Sanjayasendiri mengeluarkan prasasti Canggal tanggal 6 Oktober 732 masehi atau 654 saka yang berisi tentang pendirian sebuah lingga serta bangunan candi untuk memuja Siwa di atas sebuah bukit. Isi prasasti Canggal sebagai berikut: “Bait 1: Pembangunan lingga oleh Raja Sanjaya di atas gunung. Bait 2-6: Pujaan terhadap Dewa Siwa, Dewa Brahma
Kesimpulan Bangunan-bangunan Cagar Budaya yang terdapat di Kota Medan, khususnya kawasan Kesawan adalah sebuah peninggalan sejarah yang harus dijaga dan dilestarikan keberadaanya. Bangunan-bangunan tersebut telah ada sejak masa kolonial Belanda. Bangunan-bangunan tersebut adalah salah satu bukti keberhasilan industri perkebunan tembakau milik pemerintah kolonial Belanda, yang telah dirintis sejak tahun 1862 di tanah Deli. Bangunan-bangunan tersebut masih dapat kita lihat sampai saat ini peninggalan-peninggalannya, baik dari segi fisik maupun dari segi fungsi bangunan tersebut. Perkembangan pesat yang terjadi tidak hanya dialami oleh pihak perkebunan di Sumatera Timur, namun juga dialami oleh pengusaha-pengusaha dari mancanegara lainnya. Hal tersebut yang menjadi cikal bakal pihak pemerintah kolonial Belanda dan para pengusaha untuk membangun kantor-kantor perusahaannya, infrastruktur dan fasilitas-fasilitas umum lainnya sebagai penunjang kegiatan industri perkebunan tembakau di tanah Deli tersebut. Gaya arsitektur dari bangunan-bangunan cagar budaya peninggalan kolonial yang berada di kawasan Kesawan ini, sangatlah dipengaruhi oleh gaya arsitektur Eropa, dan juga perpaduan dari kebudayaan Melayu dan Cina pada masa itu. Seperti bangunan Tjong A Fie Mansion ini, bangunan ini secara keseluruhan merupakan perpaduan antara arsitektur Cina, Eropa yang juga dikombinasikan dengan Melayu. Bangunan-bangunan cagar budaya peninggalan masa kolonial Belanda yang teradapat di kawasan Kesawan ini telah dilindungi melalui ketetapan Surat Keputusan WaliKota Medan Nomor tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan No. 6 Tahun 1998 tentang Pelestarian Bangunan dan Lingkungan yang Bernilai Sejarah Arsitektur Kepurbakalaan dan juga melalui Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No. Serta juga telah ditetapkannya Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya. Susai dengan Peraturan Daerah Kota Medan dan Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata serta Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, seharusnya masyarakat dapat lebih berperan aktif dalam melakukan pelestarian maupun penjagaan terhadap bangunan-bangunan cagar budaya tersebut. Karena didalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya tersebut, dijelaskan banhwasannya setiap orang dapat berperan serta dalam melakukan perlindungan cagar budaya. Mengenai peran masyarakat, baik dari pihak pemilik ataupun pengelola, pemerintah, masyarakat luas dan juga pihak akademisi dalam melakukan pelestarian bangunan cagar budaya di kawasan Kesawan ini tetap terus ada, namun belum terlalu maksimal dalam melakukan perawatan maupun pelestarian dari bangunan cagar budaya tersebut. Seperti yang dilakukan pihak pemilik ataupun pengelola dari bangunan cagar budaya yang terdapat pada kawasan Kesawan yang tetap mempertahankan bentuk dan fungsi bangunannya. Bahkan beberapa dari bangunan tersebut masih terawat seperti pada awal didirikannya bangunan tersebut. Bangunan-bangunan tersebut tetap terawat seperti awal didirikannya dikarenakan para pemilik bangunan tersebut mengetahui akan pentingnya bangunan cagar budaya yng mereka miliki, dan juga karena para pemilik bangunan tersebut memang memiliki dana yang cukup untuk melakukan perawatan terhadap bangunan tersebut, dan juga peran pemerintah yang tetap ada, seperti mengalokasikan dana untuk melakukan peawatan ke beberapa bangunan yang di kawasan Kesawan tersebut. Namun tidak semua dari bangunan-bangunan tersebut yang tetap merawat dan mempertahankan bentuk dan fungsi bangunannya seperti sediakala. Banyak dari bangunan-bangunan cagar budaya tersebut yang bentuk dan fungsinya mulai berubah, bahkan ada beberapa bangunan yang sudah mulai rusak dan hancur karena proses alam, dan juga adanya bahan-bahan material bangunan yang diambil oleh orang tidak dikenal, namun hanya dibiarkan begitu saja oleh para pemilik bangunan dan juga pemeritah Kota Medan. Banyak juga penyebab tidak terawatnya bangunan cagar budaya tersebut karena para pemilik bangunan cagar budaya tersebut tidak mengetahui betapa pentingnya bangunan yang mereka miliki, dan juga karena tidak adanya dana bagi para pemilik bangunan tersebut untuk melakukan perbaikan maupun perawatan terhadap bangunan tersebut. Serta peran pemerintah yang masih kurang dalam memperhatikan bangunan-bangunan cagar budaya tersebut. sehingga banyak bangunan-bangunan cagar budaya saat yang sudah mulai rusak dan hancur, seharusnya pemerintah Kota Medan dapat bergerak cepat dalam menangani kerusakan pada bangunan tersebut. Kemudian pemerintah Kota Medan harus tepat dalam membuat kebijakan-kebijakan, panduan dan pedoman bagaimana selayaknya menjaga, merawat dan melestarikan bangunan cagar budaya yang terdapat di kawasan Kesawan tersebut. Saran Bangunan-bangunan peninggalan kolonial Belanda yang ada di Kota Medan khususnya Kesawan sangatlah penting karena memiliki nilai-nilai akan kesejarahan, pendidikan dan arsitektur Kota Medan. Kemudian, jika kita melihat Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, sangatlah pantas daerah Kesawan menjadi sebuah kawasan cagar budaya. Karena daerah Kesawan memiliki lebih dari satu bangunan tua yang sudah berusia lebih dari 50 tahun. Namun bangunan-bangunan cagar budaya yang terdapat di daerah Kesawan dan saling berdekatan ini belum terdaftar sebagai kawasan cagar budaya yang sah oleh pemerintah Kota Medan, seperti penetapan batas-batas wilayah, daftar bangunan, dan kebijakan pemerintah dalam menerapkan panduan pelestarian bangunan cagar budaya tersebut. Walaupun pemerintah Kota Medan telah menetapkan kawasan Kesawan sebagai kawasan inti bersejarah Kota Medan melalui Peraturan Daerah Kota Medan No. 13 Tahun 2011. Kemudian bangunan-bangunan cagar budaya yang sudah mulai terancam kelestariaanya yang dilakukan oleh pemilik, pengelola dan juga karena proses alam tersebut harus segera ditanganai pelestarian dan perawatannya. Agar bentuk dan fungs dari bangunan bersejarah yang memiliki nilai-nilai penting akan kesejarahan, pendidikan, arsitektur dan juga kepurbakalaan itu tetap ada bagi kita masyarakat luas khususnya masyarakat Kota Medan. Serta kepemilikan dari bangunan-bangunan cagar budaya tersebut yang dimiliki secara perseorangan ataupun secara individu mendapatkan perhatian dari pemerintah terutama untuk melakukan pelestarian dan juga perawatannya seperti pemberian program dana untuk melakukan pelestarian dan perawatan, dan juga diberikannya keringanan pajak bumi bangunan untuk bangunan cagar budaya tersebut. Dilakukannya inventarisasi dan juga registrasi kembali terhadap bangunan-bangunan cagar budaya tersebut, agar mendapatkan jumlah dan unit bangunan-bangunan yang tepat pada kawasan Kesawan, dan bangunan-bangunan tersebut mendapatkan perlindungan sejarah yang semestinya. Kemudian setelah mendapatkan jumlah dan unit dari bangunan-bangunan tersebut, lalu dibuat pengelompokan bangunan cagar budaya tersebut, apakah bangunan cagar budaya tersebut termasuk dan layak untuk menjadi sebuah bangunan cagar budaya di tingkat daerah, provinsi maupun tingkat nasional. Kemudian peningkatan kembali atas manfaat-manfaat dari bangunan tersebut sebagai sebuah obyek wisata yang ada di Kota Medan, khususnya daerah Kesawan, karena daerah Kesawan memiliki bangunan-bangunan cagar budaya yang dapat disajikan menjadi sebuah objek wisata kepada para wisatawan domestik maupun mancanegara. Sebab wisata sejarah pada saat ini sedang pada trennnya untuk dimajukan dalam dunia pariwisata. Terutama karena objek pariwisata saat ini sangatlah berkontribusi bagi pendapatan atau devisa daerah Kota Medan. Banyak dari para wisatawan yang berkunjung ke Kota Medan untuk sekedar melihat ataupun mengunjungi bangunan-bangunan cagar budaya yang terdapat di Kota Medan, seperti Istana Maimun, Restoran Tip Top, ataupun Tjong A Fie Mansion. Wisatawan yang berkunjung tidak hanya wisatawan domestik, tetapi juga wisatawan mancanegara. Daftar Pustaka Basarshah II, Tengku Luckman Sinar. 2006. Bangun Dan Runtuhnya Kerajaan Melayu Di Sumatera Timur. MedanYayasan Kesultanan Serdang. Budiharjo, Eko. 1997, Arsitektur Sebagai Warisan Budaya. JakartaDjambatan. Departemen Pendidikan Nasional. 2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia, JakartaPusat Bahasa. Dudung, Abdulrahman, 1994, Metode Penelitian Sejarah. Pamulang Timur PT Logos Wacana Timur. Gottschalk, Louis, 1985, Mengerti Sejarah, Terjemahan Nugroho Notosusanto. JakartaUi Press. Koestoro, Lucas Partanda, 2006, Medan, Kota Di Pesisir Timur Sumatera Utara Dan Peninggalan Tuanya. MedanBalai Arkeologi Medan. Oetomo, Repelita Wahyu, Dkk. 2011, Bangunan Bersejarah Di Kota Medan. MedanMuseum Negeri Provinsi Sumatera Utara. Republik Indonesia. 1992, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya. JakartaRepublik Indonesia. Republik Indonesia. 2010, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya. JakartaRepublik Indonesia. Sibarani, J. P. Marthin. 2002, “Pengendalian Kawasan Pelestarian Kota Lama Di Kawasan Kesawan Medanâ€. BandungTesis Magister Bidang Khusus Rancang Kota Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Program Pascasarjana ITB. Sidabutar, Yuanita 2007, Jurnal “Pemanfaatan Keberadaan Bangunan Bersejarah Dalam Mendukung Aktivitas Pembangunan Wilayah Di Kota Medan Studi KasusKawasan Kesawan Dan Lapangan Merdekaâ€, Medan Jurnal Wahana Hijau Perencanaan & Pengembangan Wilayah, Sinar, Tengku Luckman. 1991. Sejarah Medan Tempo Doeloe, MedanLembaga Penelitian Dan Pengembangan Seni Budaya Melayu. Sumalyo, Yulianto. 1995, Arsitektur Kolonial Belanda Di Indonesia. YogyakartaUniversitas Gadjah Mada. Wahid, Julaihi. TT, Jurnal “Kajian Urbanisasi Dan Morfologi Bandar Khusus Kepada Bandar-Bandar IMT-GTâ€, MalaysiaPusat Pengajian Perumahan, Bangunan Dan Perancangan Universiti Sains Malaysia. Internet Daftar Informan I. Nama Hairul Umur 42 Tahun Pekerjaan Ketua Harian Badan Warisan Sumatera Alamat Komplek Perumahan Grand Sememe Resident, Delitua II. Nama Isnen Fitri Umur 48 Tahun Pekerjaan Dosen/Staff Pengajar di Prodi Arsitektur USU Alamat Jln. Senam No. 27, Medan III. Nama Kus Umur 55 Tahun Pekerjaan Manajer Restoran Tip Top Alamat Jln. Setiabudi, Medan IV. Nama Mukhlis Tanjung Umur 50 Tahun Pekerjaan Nazir Mesjid Lama Gang Bengkok Kesawan Alamat Kelurahan Kesawan, Medan V. Nama Ono Umur 41 Tahun Pekerjaan Penjaga Gedung Eks Tenaga Kerja Alamat Kelurahan Kesawan, Medan. VI. Nama Rudiansyah Umur 27 Tahun Pekerjaan Wakil Pengelola/Humas Tjong A Fie Mansion Alamat Jln. Karya Darma, Medan Johor VII. Nama Bambang Umur 47 Tahun Pekerjaan Pedagang Alamat Kelurahan Kesawan, Medan
Klasik(Hindu-Buddha) Masa Hindu-Buddha berlangsung selama kurang lebih 12 abad. Pembabakan masa Hindu-Buddha terbagi menjadi tiga, yaitu periode pertumbuhan, perkembangan, dan keruntuhan. Pada abad ke-16 agama Islam mulai mendominasi Nusantara. Namun, tidak berarti pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha hilang tergantikan kebudayaan Islam.
- Candi Cangkuang adalah candi Hindu yang berada di Jawa Barat, tepatnya di Kampung Pulo, wilayah Cangkuang, Kecamatan Leles, Garut. Bangunan ini merupakan candi yang pertama kali ditemukan di tanah Sunda dan menjadi candi Hindu satu-satunya di Sunda. Candi Cangkuang merupakan peninggalan kerajaan Sunda pertama yaitu Kerajaan bercorak Hindu, di dekat lokasi Candi Cangkuang terletak makam Embah Dalem Arief Muhammad, yaitu pemuka agama Islam yang dipercaya sebagai leluhur penduduk Desa Cangkuang. Nama Candi Cangkuang diambil dari nama desa tempat candi ini berada. Kata 'Cangkuang' sendiri adalah nama tanaman sejenis pandan, yang banyak terdapat di sekitar makam Arief Muhammad. Baca juga Candi Ijo Sejarah, Fungsi, dan Kompleks BangunanSejarah Candi Cangkuang Sejarah penemuan Candi Cangkuang bermula dari 1966, saat tim peneliti Harsoyo dan Uka Candrasasmita melakukan penelusuran berdasarkan laporan Vorderman, yang terbit pada 1893. Dalam laporan itu, disebutkan bahwa ada sebuah arca yang rusak serta makam leluhur Arief Muhammad di Leles. Diperkirakan bahwa Candi Cangkuang adalah peninggalan agama Hindu dari sekitar abad ke-8. Sedangkan fungsi Candi Cangkuang adalah sebagai tempat pemujaan terhadap Dewa Siwa dan dewa-dewa dalam kepercayaan Hindu lainnya. Penelitian itu dilanjutkan pada 1967 dan 1968. Pada awalnya, hanya terlihat adanya batu yang merupakan reruntuhan bangunan candi dan di sampingnya terdapat sebuah makam kuno berikut sebuah arca Syiwa yang terletak di tengah reruntuhan.Selamadi hutan Airlangga tetap melakukan pemujaan terhadap dewa-dewanya. Maka pada tahun 941 S (1019 M) ia direstui para pendeta Siwa, Buddha, dan Mahabrahmana sebagai raja dengan gelar Rake Halu Sri Lokeswara Dharmawangsa Airlangga Anantawikramottunggadewa (Soekmono, 1973).- Prasasti Canggal adalah prasasti peninggalan Kerajaan Mataram Kuno yang ditemukan di Gunung Wukir, Desa Canggal, Kecamatan Salam, Magelang, Jawa Tengah. Masyarakat sekitar sering menyebutnya dengan sebutan Prasasti Gunung Wukir atau Prasasti Sanjaya. Sebab, prasasti berangka tahun 654 Saka atau 732 Masehi ini dibuat ketika Mataram Kuno diperintah oleh Raja Canggal ditulis dengan menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta. Adapun fungsi Prasasti Canggal yang merupakan prasasti pertama yang dikeluarkan Raja Sanjaya ini adalah untuk memperingati pendirian lingga di atas Bukit Sthirangga. Baca juga Prasasti Karang Berahi Sejarah, Isi, dan Terjemahan Sejarah Prasasti Canggal berupa batu berwarna kuning kecoklatan yang berbentuk persegi empat pipih atau stele dengan bagian tepinya telah diratakan. Selain itu, permukaan bidang yang berisi tulisan isinya juga telah diratakan dan diupam, sementara bagian atasnya dibentuk lengkung kurawal. Saat penemuannya pada 1879, Prasasti Canggal kondisinya terbelah menjadi dua bagian. Pecahan pertama ditemukan di halaman Candi Gunung Wukir, sedangkan pecahan terbesar ditemukan di Desa Canggal, yang letaknya di kaki gunung. Prasasti Canggal diidentifikasi sebagai prasasti tertua kedua di Pulau Jawa setelah prasasti Tuk Mas. Setelah ditemukan dan disatukan, Prasasti Canggal kini disimpan di Museum Nasional di Jakarta. Baca juga Prasasti Dinoyo Sejarah, Isi, dan Terjemahan Isi Prasasti Canggal Prasasti Canggal menjadi sumber sejarah yang penting karena menceritakan kehidupan awal di Kerajaan Mataram Kuno. Dijelaskan bahwa yang menjadi raja awalnya adalah Sanna, yang kemudian digantikan oleh Sanjaya anak dari Sannaha yang berasal dari Galuh. Adapun isi dari Prasasti Canggal adalah sebagai berikut. Bait 1 Pembangunan lingga oleh Raja Sanjaya di atas bukit. Bait 2-6 Pemujaan terhadap Dewa Siwa, Brahma, dan Wisnu. Bait 7 Jawa yang sangat makmur, kaya akan tambang emas dan menghasilkan padi. Pulau itu didirikan candi Siwa demi kebahagiaan penduduk dengan bantuan dari penduduk Kunjarakunjadesa. Bait 8-9 Jawa yang dahulu diperintah oleh Raja Sanna, yang sangat bijaksana, adil tindakannya, perwira perang, murah hati kepada rakyatnya. Ketika meninggal dunia negara berkabung, sedih kehilangan pelindung. Bait 10-11 Pengganti Raja Sanna adalah putranya bernama Sanjaya yang diibaratkan sebagai matahari. Kekuasaanya tidak langsung diberikan kepada Sanjaya, melainkan melalui saudara perempuannya Sannaha. Bait 12 Kesejahteraan, keamanan, dan ketenteraman negara. Rakyat dapat tidur di tengah jalan, tanpa takut akan pencuri dan penyamun atau akan terjadi kejahatan lainnya. Rakyat dapat hidup senang. Baca juga Prasasti Nalanda Lokasi Penemuan, Isi, dan Maknanya Prasasti ini juga menceritakan Raja Sanjaya yang memerintahkan mendirikan sebuah lingga lambang Siwa di Kunjarakunja. Kunjarakunja dapat diartikan sebagai tanah dari pertapaan Kunjara yang diidentifikasi sebagai tempat pertapaan Resi Agastya yang berasal dari India selatan. Pendirian lingga ini sebagai rasa syukur bahwa Sanjaya telah dapat membangun kembali kerajaan dan bertakhta dengan aman, setelah berhasil mengalahkan musuh-musuhnya. Bait-bait awal Prasasti Canggal berisi puji-pujian kepada Dewa Siwa, Brahma, danWisnu trimurti, yang menandakan bahwa agama yang dipeluk Raja Sanjaya dan rakyatnya adalah Hindu Siwa. Prasasti Canggal merupakan sumber tertulis tertua yang menyebut Pulau Jawa atau Yawadwipa, yang dipuji sangat subur, kaya akan tambang emas, dan menghasilkan gandum atau padi. Referensi Rahardjo, Supratikno 2011. Peradaban Jawa Dari Mataram Kuno sampai Majapahit Akhir. Jakarta Komunitas Bambu. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
.